[RP] Night in Tokyo

Introduction:

Roleplay ini memakai sistem ploting pada Tokyo di malam hari. Lokasinya dibebaskan kecuali pada tempat-tempat yang memiliki thread sendiri dan markas kelompok. Intinya topik Roleplay ini murni menceritakan keadaan Tokyo di luar markas pada malam hari...

Peraturan:
Ikuti saya peraturan yang ada :p

_______________________________________________________________________


Tokyo di malam hari, kota tua yang sudah sebagian hancur itu tidak lagi memiliki lampu yang menerangi jalan di malam hari. Tidak ada juga deru mesin kendaraan bermotor, asap pabrik, dan suara big screen television yang biasa menghiasi Tokyo sebagai kota metropolitan yang tidak pernah tidur.

Ini adalah kota bisu jika tidak ingin dibilang mati. Suasananya sepi, yang terdengar hanya deru pasir yang tertiup angin, suara-suara mutan yang bersembunyi di bawah tanah dan rintikan air hujan asam yang membuat mati kota itu.

Penerangan yang ada hanyalah pada komplek-komplek markas Tokyo Tower dan Municipal Building. Di luar itu semuanya sepi bagaikan kota mati.

...

Lokasi: Perbatasan Municipal Building dan Tokyo Tower

Artheir Rolly si pemimpin Municipal Building baru saja keluar dari portal sihirnya. Setiap malam ia memiliki rutinitas khusus untuk bertualang keluar dari markasnya, mencari sesuatu. Semacam informasi... yang ia sendiripun tidak tahu apa itu.

Ia berhenti berjalan, nampak tersesat karena pada malam hari tidak ada penerangan, kecuali bola-bola api yang mengelilinginya.

Rolly melihat kompas sihir di tangannya, memunculkan ekspresi tidak puas di wajahnya. "Tidak berguna..." nampaknya kompas tersebut tidak lagi bisa dipakai, ia lalu membuangnya ke belakang...

melanjutkan perjalanannya.

lokasi: perbatasan Tokyo tower dan municipal, tepat di gerbang perbatasan.

"Wuah... sudah lama aku tidak melihat Tokyo dimalam hari." KAzune berkomentar.

Dia berjalan sendiri sambil menutupi dirinya dengan jubah-yang-membuat-dirinya-tidak terlihat. Dia sedang berjalan di sekitar sana untuk mengawasi sekaligus menjalankan misi sebagai mata-mata.

"Rasanya sangat hening... seperti bukan di Tokyo saja..." Kazune berkomentar dalam hatinya.

Dia terus menyusuri jalanan dan berharap tidak ada yang mengetahuinya, lagipula dia sedang mengenakan jubah yang membuatnya tidak terlihat.

Tidak ada kompas, tidak ada petunjuk jalan... Rolly terdiam, ia berpikir sejenak walau otak sudah memerintahkan dirinya untuk tidur.

"Heeeh... aku tidak mengantuk," ucapnya menahan rasa kantuk yang amat sangat. Tanpa sadar ia tertidur sambil berdiri masih dengan bola-bola sihir yang mengelilinginya.

Sesaat setelah itu ia tersadar, "Aaah... ketiduran," ucapnya singkat kemudian terus berjalan. Untuk membuka jalan tanpa kompas akhirnya Rolly menggunakan panel sihirnya, ia terlalu mengandalkan sihir, diagram sihir itu kemudian menerangi daerah di sekitarnya dan... mendeteksi sihir.

Ia merasa ada orang lain di sana, "Manusia kah? Atau hantu kah?" ia bertanya-tanya pada sosok tidak terlihat itu.

Suara biola mulai memecah keheningan malam kota tua yang sepertinya hidup segan mati tak mau. Yang memainkan biola itu tak lain dan tak bukan adalah Theo dan lagu yang dimainkannya adalah fur elise.

"..."dia terdiam sejenak karena mendengar suara rolly. Langsung saja dia menghampirinya. "ah...anak kecil tidak baik keluar malam-malam" katanya pada rolly tanpa basa-basi.

Kazune yang sepertinya hampir ketahuan rolly merasa terselamatkan. Angin juga cukup kencang sehingga jejaknya langsung terhapus.

kazune terus berjalan menuju tempat yang diselidikinya.

"aku tidak tahu persisnya tempat itu... Ukh... Harusnya di sekitar sini." gumam kazune pada dirinya.

Lokasi : Area perbatasan

...
Allan sedang berjalan malam hari
Semua senjata yang dia biasa bawa tetap dibawanya... mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pembuat senjata dari Tokyo Tower walau kemampuannya masih dibawah Kazune.

"Sepi..." Allan menutup matanya dan memasang telinga, deru angin dan pasir yang beterbangan, ditambah kegelapan dan rasa dingin yang menusuk, membuat malam itu terasa begitu... hampa.

"..." Allan meneruskan perjalanannya... anehnya, dia berjalan dengan pola yang biasanya, walau saat itu gelap sekali dan tanpa penerangan apapun, dia mengikuti rute yang biasa dia lewati saat bepergian.

"*duak!* AW!" Saat berjalan, kakinya tidak sengaja tersandung sebuah batu besar, dia lalu jatuh berlutut dan sayangnya kakinya mengenai batu tadi yang ternyata besar sekali, sekarang lutut dan jari kakinya nyeri.

"ARGH!!!" teriakan keras Allan menyebar ke seluruh penjuru pada malam yang hening itu, menghancurkan kesunyian yang menyelubungi malam, dan mungkin saja, memanggil kawan, atau... lawan...

Mendengar suara teriakan, theo langsung menghampiri sumber suara, alias allan

"loh? Ngapain kamu malam-malam begini ol ada di sini?" tanya theo pada sahabatnya itu.

"Aw aw aw!!!" Benar saja, lutut Allan agak bengkak saat dia melihatnya.

"Grr... batu ini lebih keras dari kulit monster yang dulu itu... sial..." Theo lalu menghampirinya, tapi Allan tidak melihatnya dengan jelas karena gelap.

"Heh? Theo? Err..." Allan memikirkan tujuan dia kemari, karena sebenarnya dia tidak tahu mau apa disini, hanya saja dalam pikirannya mungkin saja ada monster yang hanya berkeliaran di malam hari.

"Err... hanya ingin tahu seperti apa diluar sini saat malam... tidak mau melakukan apa apa..." Allan menjawab pertanyaan Theo agak terbata-bata, dia sendiri agak bingung harus menjawab apa.

Lokasi: Perbatasan

...

Rolly terdiam ketika tiba-tiba Theo menghampirinya, ia tidak mengenal orang ini dan belum pernah melihatnya. Walaupun Theo sempat mengata-ngatainya sebagai anak kecil, nampaknya Rolly tidak ingin mengomel pada orang yang tidak ia kenal, ia menyimpan kata-kata itu dalam hati. "Memangnya siapa yang anak kecil..."

Dan satu teriakan dari seseorang membuat suasana malam itu buyar... "Berisik..." ucapnya, namun tidak peduli. "Siapapun itu asal tidak mengganggu pekerjaanku," lanjutnya kemudian.

Theo hanya melihat kondisi allan. "salah sendirh ke tempat yang gelap seperti ini tanpa bantuan cahaya.." katanya sambil tersenyum. Lalu dia memberikan healing potionnya. "buatan rienne...hehehe.."

"Err..." Allan mengambil healing potion itu dari tangan Theo, lalu meneguk isinya.

"Puah!... huff... lumayan... aku bisa menghemat potion milikku sendiri." Allan mengeluarkan sebuah kantong kecil dari kain dari dalam salah satu kantong di tasnya, lalu memasukkan tangannya ke kantong itu, dari dalam kantong itu, tangan Allan mengambil sesuatu seperti lempung berwarna merah muda dan mengoleskannya ke kakinya yang terluka.

"Ah... lebih baik..." dia lalu bernafas lega, namun bersin karena tak sengaja menghisap pasir yang beterbangan karena angin malam yang cukup kencang dan dingin disitu.

"Ah...hatchim! Uh..."

Lokasi : dekat semuanya, area perbatasan

(sounds tochi fly)
sayoki melihat kemana mana dengan memakai cahaya dari tochi, ia mencari orang untuk menjadi bahan percobaan ke 3 nya. gelang yang bisa berubah menjadi baju yang menutupi dirinya, baju yang semuanya tertutup cocok untuk dipakai saat berenang. sayoki membawa 2 gelang untuk percobannya, satu berwarna merah dan satu berwarna hitam.

tiba tiba,ia menemukan sekumpulan orang di dekat area perbatasan
sayoki menurunkan gas dan mencoba mendekati mereka.

(sounds tochis down)

"selamat malam..",sayoki menyapa semua orang disana dengan tatapan datar.

"selamat malam...whoa...ada apa gerangan gadis manis sepertimu bisa sampai ke tempat seperti ini? malam-malam pula.." kata theo sambil melihat siapa yang datang saat itu.

langsung dia menghampiri sayoki dan mencium punggung tangannya bak gentleman (dari hongkong???) "nama saya theo, salam kenal" katanya sambil tersenyum.

"Theo... hhh... kebiasaan..." Allan menggeleng-gelengkan kepala melihat Theo yang cepat-cepat menyapa Sayoki.

"Malam... Sayoki..." Allan berkata tenang, sepertinya matanya sudah terbiasa dengan kegelapan malam. Dia lalu baru sadar akan sesuatu

"Ya ampun... kau kan baru di daerah sini, ya? Hati-hati, Sayoki, apalagi selarut ini, bisa saja ada banyak hal..."

sayoki dengan tatapan datar melihat theo.

tangan sayoki ditariknya dan mencium punggung tangannya.
"salam kenal...saya sayoki", sayoki dengan tatapan datar lalu ia mengambil gelang berwarna merah dan memakainya langsung ke tangan theo dengan cepat.

dan tiba tiba gelang itu berbunyi *piip*
gelang itu menjelumurkan tangan lalu badan theo menjadi baju yang pas.
baju seperti baju renang yang tertutup.

promosi :
gelang B-2
baru terdapat 3 warna, merah,hitam, dan hijau
bisa membentuk baju panjang seperti baju renang.

sayoki tersenyum tipis dan mengambil tisue di kantungnya untuk mengelap punggung tangannya.

"malam...tidak apa apa...saya sudah biasa dengan suasana malam", tatapan masih datar dan tersenyum biasa.

"sedang apa disini ?", sayoki bertanya.

"Err... bukankah tadi saya sudah katakan kalau saya mencari sesuatu yang tidak biasa...?"

Disekitar Allan, Theo, dan Sayoki, kembali terasa kesunyian, malam itu hampa dan menusuk, oksigen yang sangat terbatas di malam hari membuat kebanyakan orang lelah dan cepat tidur, apalagi dengan udara yang tidak bersahabat di gurun tempat terjadinya banyak hujan asam ini.

Tak dapat dipungkiri, cuaca siang hari yang bukan main panas tidak bisa dibandingkan dengan cuaca gurun di malam hari yang luar biasa dingin, membuat Allan menggigil, bahkan walau dia pernah diuji di sebuah gunung bersalju selama satu bulan, dia masih tidak bisa menahan pergantian suhu udara yang signifikan seperti di sini. Mata Allan menerawang dalam kegelapan, berusaha mencari sesuatu yang tidak biasa, di kejauhan dia bagai melihat sesuatu, namun terlalu gelap dan buram untuk dilihat dengan jelas.

"Ah... benar-benar... hahaha..."

Lokasi : tidak jauh dari tempat sayo, allan dan theo.

"Heeeuuhh..." Sophie merajuk pelan. Tadi siang dia tertidurterlalu lama, sekarang ia tidak bisa memejamkan matanya. sesuatu yang jarang sekali dialaminya.

"Menyebalkan..." Sophie merajuk lagi. Entah kenapa perasaannya kesal sekali, meski sebenarnya beruntung juga ia bangun malam itu. Bintang-bintangnya terlihat indah.

"Tobira ga hiraita sutooriizu
Nido to wa tojinai monogatari
Tobira ga hiraita sutooriizu
Nido to wa tojinai monogatari"


Sophie bersenandung pelan.

sayoki yang sedang menjaga jarak dari theo. tiba tiba mendengar suara perempuan yang sedang bernyanyi.

sayoki memakai kekuatannya melihat sekitar dengan radius 5kmnya.

"seseorang gadis kecil mendekat".

sayoki lalu cepat cepat mengambil sesuatu dikantungnya.

Lokasi: di tengah-tengah gurun.

kazune melihat gps-nya. Apa yang dicarinya seakan-akan kabur. Dia merasa putus asa dan memutuskan untuk kembali. Tapi sayangnya... Pip!

"sial! Kenapa mati!? Bagaimana aku bisa pulang?! Aaarggh!"

kazune memasukkan gpsnya dengan kasar. Dia merapatkan mantel dan syalnya. Udara semakin dingin di sana.

akhirnya agar bisa pulang, kazune menggunakan kompas dan menjadikan bintang timur sebagai acuan untuk pulang.

Lokasi: Di tengah-tengah gurun *nampaknya*


Entah mengapa nampaknya Rolly agak sedikit kebingungan dengan keberadaannya. Di luar dugaan ternyata suasana malam itu agak ramai dari biasanya, ini sedikit menghambat pencariannya tentang sesuatu.

Yah sudah lama ketua Municipal Building ini sedang mencari sebuah situs peninggalan yang juga dicari oleh ayahnya. Jadi sebagai anak ia merasa harus menyelidiki keberadaan situs ini untuk megetahui tujuan ayahnya dan penyebab kematian sang ayah.

"Tapi kalau ramai begini..." rasanya benar-benar menghambat.

Lokasi terakhir: dekat Rolly...

Kazune yang masih menggunakan jubah-untuk-menghilangnya langsung merapatkan jubah itu agar tidak ketahuan oleh ketua Municipal group. Dia berjalan sejauh mungkin dari orang itu.

"Tunggu! Dia juga sepertinya sedang mencari sesuatu..." pikir Kazune dalam hati.

Akhirnya Kazune memutuskan untuk melepas penutup kepalanya dan membuat seluruh tubuhnya terlihat lagi. Kazune langsung menghampiri leader itu.

"Mencari sesuatu, Leader?" Tanya Kazune. "Kebetulan yang tidak disangka kita sama-sama sedang mencari sesuatu di sini."

Rolly berpaling pada Kazune yang mendekatinya, Oh ternyata dia... energi spiritual yang terdeteksi oleh panel sihirnya dan sempat bersembunyi dalam kegelapan.

Pemimpin Municipal ini tidak ingin berbasa basi, ia hanya balik bertanya pada Kazune, "Bagaimana kau tahu?" tanyanya. "Lagipula memangnya apa yang kita cari sama?" ia sedikit ingin menukas perkataan Kazune tentang 'sama-sama mencari sesuatu'.

Kazune tersenyum misterius. Dia tidak ingin Rolly tahu tentang apa yang dicarinya.

"Aku tidak akan memberitahu apa yang sedang kucari dan tidak akan bertanya tentang apa yang kau cari. Kita berbada di group yang berbeda dan aku sedang dalam misiku sebagai seorang Vice leader." Kazune menjawab pertanyaan Rolly dengan santai.

"Oh, iya! apakah Anda tahu kemana jalan pulang? GPS-peta digital- saya mati dan saya tersesat di tengah gurun ini..."

Mendengar jawaban Kazune Rolly hanya angkat tangan, "Ya... ya... terserah padamu, lagipula siapa yang mencari apa tidak penting bagitu."

Dan soal jalan pulang... "Tepat, kau bertanya pada seseorang yang buta arah di malam hari," ia berbicara tentang salah satu kelemahannya yang tidak terlihat. "Aku tidak tahu jalan di sini, hanya mengikuti panel sihir yang membuka jalan untuk sesuatu yang berenergi tinggi."

"Bodohnya aku bertanya pada orang ini." Kazune menggerutu di dalam hatinya.

"baiklah... Silahkan lanjutkan investigasimu..." Kazune mencari batu yang bisa didudukinya lalu duduk di sana.

Kazune mulai mengutak-atik GPS-nya dan mengucapkan beberapa mantra sihir pada benda itu. Voila! Benda itu berhasil berfungsi kembali. Kazune sepertinya menerapkan sistem kadaluarsa pada GPS itu.

Kazune menandai tempatnya sakarang lalu dia melihat titik koordinat tower.
"Ini untukmu! pakai kompas itu untuk menuntun jalanmu. Yah... gunakan dengan baik. Leader tahu kan cara menggunakannya?"