[RP Battle] Tamaki Kiyokazu - Theo Hitwandell

OOC :
* Closed, for Theo only
* Lokasi : Bekas reruntuhan Tokyo Dome
* Waktu : Siang hari
* Timeline : RP ini sama sekali tidak ada hubungan dan tidak ada efeknya terhadap general RP maupun main RP

____________________________________________________________________________

Hari itu siang hari yang sungguh panas.

Tamaki Kiyokazu, seorang fighter Tokyo Tower pun kembali melakukan hobi yang ia favoritkan--berkelana ke berbagai penjuru Tokyo. Ia sangat senang sekali menjelajahi tempat baru, tempat yang asing baginya. Tak peduli tersesat atau tidak. Ia hanya ingin memuaskan dahaga petualangannya.

Dengan hanya berbekal sebilah pedang Shunseiki miliknya, ia melangkah menuju tempat baru. Jubah hijau Tokyo Towernya melambai-lambai mengikuti tarian angin, angin kering. Ia merapatkan jubahnya, hari ini matahari begitu menusuk, ditambah butiran-butiran pasir yang ikut melayang-layang terbawa angin. Ia memakai tudung jubah ke kepalanya.

Ia terus berjalan. Tiba-tiba ia melihat sebuah fatamorgana. Sebuah blok bangunan dan puing-puing besi bertaburan dimana-mana. Wilayah blok itu sungguh luas. Ia pun mendekati reruntuhan itu. Penasaran. Dan tempat itu bukanlah sebuah fatamorgana.

Blok itu berbentuk lingkaran yang sangat besar. Di dalamnya terdapat puing bangunan berwarna hitam dan putih kusam. Banyak yang sudah tererosi angin. Ia memeriksa sekeliling reruntuhan itu. Memegang dagunya dan berpikir.

"Hmm... lingkaran... apa ini sebuah dome?" serunya.

Ia pun kemudian duduk di salah satu puing yang ada di dalam lingkaran blok tersebut. Mengamati langit yang kusam, dan awan-awan yang tak berbentuk spesifik. Ia duduk dengan posisi menyandar pada puing, membiarkan pasir berhembus dibalik jubahnya. "Ah... damai"

Tiba-tiba ia merasakan kedatangan seseorang di dekatnya. Ia bangun dan berbalik. Bermaksud melihat siapakah orang itu.

"Siapa disana?"

langit yang luas. itu yang theo cari hari ini. dengan membawa silver crestnya, pedang yang paling dia sayang. kali ini dia melangkahkan kakinya ke sebuah tempat-tepatnya reruntuhan- bangunan yang sangat besar. menurut orang sekitar, bangunan itu dikenal sebagai reruntuhan Tokyo Dome.

cukup tinggi dan besar, pikir theo. lalu dia menuju tempat tertinggi di sana. seperti anak kecil, dia melihat langit dengan wajah kagum. "huah...andai aku bisa menggapai langit.." ujarnya pelan sambil mengangkat tanganya seakan-akan memegang lagit yang luas itu.

lalu dia melihat ke bawah. tak ada siapapun, hanya keheningan yang menyambutku, pikirnya lagi. namun, samar-samar, terdengar suara langkah kaki. tidak terlalu berat, namun yang pasti itu bukan suara langkah kaki perempuan.

tak lama tampaklah pemilik sumber suara itu, seorang pemuda, lebih muda dari Theo, sedang berjalan. karena pemuda itu membawa pedang -sama seperti dirinya-, Theo menjadi penasaran dan menghampiri pemuda itu.

awalnya dia bermaksud mengintip dari balik reruntuhan tiang. namun sepertninya pemuda itu menyadari kehadirannya. karena ketahuan, dia yakin pria itu bukanlah seorang yang hanya membawa-bawa pedang. pemuda itu juga swordmaster, sama seperti dirinya. akhirnya dia muncul dari persembunyiannya. "ha....hanya orang asing yang numpang ngintip." jawabnya seenaknya.

dia memperhatikan pemuda itu lagi. sorot mata pemuda itu tajam, namun dia tahu, ada yang tidak beres dengan salah satu mata pemuda itu. mata kiri pemuda itu buta. "aku Theo, kau? kuharap kau tidak mencari masalah disini."

"Seorang pria..."

Tama menatapnya tajam. Ia memerhatikan sosok pria tersebut, dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Pria itu lebih tua darinya. Ia juga membawa pedang. Ia pikir pria itu juga seorang sword master sama seperti dirinya. Namun, Tama tak pernah sekalipun melihatnya.

"aku Theo, kau? kuharap kau tidak mencari masalah disini."

Ia menatapnya tajam kembali.

"Saya Tamaki. Saya pikir andalah yang seharusnya tidak mencari masalah disini" serunya lantang, namun tidak dengan nada menghina.

Ia memegang gagang Shunseiki yang digantung di punggungnya. Ia tidak tahu siapa pria ini, yang ia takutkan bahwa pria ini berasal dari Municipal dan ingin mencari masalah dengannya--walaupun pria itu sama sekali tak memakai jubah merah Municipal.

"Anda... Municipal-kah?"

Tama memegang erat gagang Shunseikinya, menariknya sepanjang 5 cm menjauhi selimut pedang.

Theo agak kaget juga melihat sikap waspada tamaki yang dianggapnya berlebihan. "hara...perkenalan yang tidak ramah" katanya. mungkin karena udara panas pikir theo.

Theo makin salah paham dengan tamaki yang memasang kuda-kuda dan hampir menarik pedangnya. "nyah...sepertinya kau lah yang mencari masalah. Lagipula, kau juga tidak perlu tahu asalku dari mana, anak muda." kata theo dengan nada yang agak mengejek. Seakan memancing emosi tamaki.

Akhirnya theo mencabut silver crest dari sarungnya. Menurutnya, gerakan tamaki mengundangnya untuk bertarung, jadi dia langsung menyambutnya. Kebetulan theo juga ingin berlatih tarung. "mencabut pedang itu tidak boleh setengah-setengah...kasihan pedangnya." kata theo dengan nada mengejek.

Tama melihat Theo menarik silver crestnya. Sebuah tantangan bertarung! Pikirnya. Tanpa basa-basi ia menarik pedangnya. Kemudian memasang kuda-kuda. Ia mengacungkan shunseiki tepat ke arah Theo.

"Siapa yang setengah-setengah?" serunya.

Ia kemudian menaikkan posisi pedangnya tegak lurus dekat kepala, mencondongkan badannya ke depan.

Ia melangkahkan kakinya. Berlari. Dan segera melancarkan satu tebasan pada Theo.

Melihat tamaki yang sudah menyerangnya, theo masih terlihat kalem-kalem saja. Diam-diam dia menganalisis gerakan tamaki. "posisi bagus, cara memegang pedangnya juga. Sayang, langkahmu belum terarah." katanya. Menggurui tamaki yang dia anggap masih belum stabil.

Melihat adanya celah besar di sebelah kiri tamaki. Langsung saja theo membalikkan pedangnya, dan berlari menuju tamaki. Dia menghantam pergelangan kaki kiri tamaki dengan punggung pedangnya. Dengan cepat, dia sudah ada di belakang tamaki. "masih belum stabil. Banyak ruang yang terbuka lebar" katanya sambil bersandar di tiang. Wajahnya santai sekali. Seperti menikmati. Ternyata dia teringat masa-masa dia melatih vienne.

Theo menatap tamaki dengan tajam namun dengan mimik sok. "heh....selanjutnya apa?" kata theo dengan nada seenaknya.

OOT: wah? bru mulai uda nyerang di kiri?!

***

Tama tahu pria itu jauh lebih berpengalaman darinya. Ia lebih muda. Makanya sejak tadi Theo terus saja mengguruinya. Ia tidak berkomentar, tidak juga melawan. Ia hanya tahu bahwa ia harus melawannya dengan sungguh-sungguh. Hanya itu. Ia terfokus pada serangannya.

"..."

Ketika ia hampir akan mendekatinya, Theo menghantam kaki kirinya dengan cepat. Ia kaget. Tiba-tiba pula Theo sudah berada di belakangnya. Ia kemudian segera melompat ke arah yang berlawanan dari Theo. Merunduk, tangan kirinya memegang kaki kirinya yang terhantam, dan tangan kanannya tetap mengacungkan Shunseiki pada Theo.

"Cepat..." serunya. Ia tersenyum.

Namun Tama dapat merasakan bahwa Theo pasti tahu akan kelemahannya, dan itu berbahaya. Ia kemudian segera berdiri. Kembali berlari menghantam Theo. Ia siap akan kedatangan serangan dari arah kiri.

Ia menebas punggung Shunseiki pada Theo. Ah, mereka berdua sama-sama memakai punggung pedang.

Theo menahan serangan tamaki dengan silver crestnya. ho...cukup kuat juga..pikir theo. Dia menyadari kalau dia agak kesulitan kalau harus beradu pedang seperti itu.

Setelah berpikir sejenak, theo menjejakkan kakinya ke tiang yang ada di belakangnya sebagai titik tolak untuk mendorong dirinya ke depan. Dengan bertolak dengan titik itu dia bisa mendorong tamaki mundur. Dia melawan pedang tamaki dan dengan cepat bergeser ke kiri.

*trang*

pedang mereka beradu. Theo melewati sebelah kiri tamaki dan melukai lengan kiri tamaki.

Lagi-lagi theo berdiri di belakang tamaki. Membelakangi pemuda itu. Dia membersihkan darah tamaki dari pedangnya. "kalau kau tidak menyerangku, mungkin aku tidak akan melukaimu, anak muda. Akui saja kekuranganmu..." kata theo.

Theo menaikkan kacamatanya. Lalu dia mengambil posisi. "yang pasti aku tidak akan kalah darimu" katanya.

"Cepat..."

Hantaman dua buah pedang membuat Tokyo Dome tak lagi sunyi. Tama menebas shunseikinya, namun Theo tampaknya masih mampu menahannya. Theo malah menggunakan tiang, maju dan bergeser ke kiri.

Traang

Kali ini pedang mereka kembali beradu. Namun tak lama kemudian Theo melukai lengan kirinya. Ia kaget, ia tak dapat melihat serangan itu. Darah mengalir lewat lengan baju yang tersobek. Ia kemudian merobek ujung bajunya dan segera mengikat lukanya dengan erat, agar darah berhenti mengalir.

Setelah itu, mata kanannya kembali terfokus pada Theo. Kini ia tak mau basa basi lagi. Ia berlari, ke arah kanan Theo, menghantamkan pedangnya lagi. Lalu sambil tetap menahan Silver Crest dengan tangan kanannya. Tangan kirinya memegang tiang. Seketika tubuhnya mengayun, melayang, dan berputar ke arah kiri. Tubuhnya sekarang melayang sejajar dengan tanah, menarik kaki kirinya, mengambil ancang-ancang.

Duaggh

Ia menendang Theo dengan ayunan kaki kirinya, cukup keras. Ia berhasil membuat Theo terhempas ke belakang. Setelah itu ia kembali pada posisinya semula dan tetap mengacungkan Shunseiki pada Theo.

Ia tampaknya menyadari sesuatu.

Tendangan yang cukup kuat itu menghempas tubuh theo. Tendangan itu tepat mengenai perutnya. "tsk...."

theo langsung bangkit dan menenangkan dirinya. Dia melihat posisi tamaki dan dirinya. Lalu dia memusatkan auranya pada silver crest. Karena itu di sekitar silver crest terlihat cahaya kebiruan. Theo mengaktifkan elemen udara dari pedangnya itu, sehingga debu beterbangan di sekitar pedangnya.

"slasher wind!". Dengan sekali ayunan, silver crest menciptakan angin yang kencang, sehingga debu-debu berterbangan. Cukup membuat mereka sulit melihat. Theo mencabut pisau kecilnya. "di sana!" kata theo. Dia melempar pisaunya ke arah jantung tamaki. *jleb* pisau itu mengenai tubuh tamaki, namun tidak tahu di bagian mana karena tidak terlihat jelas.

Theo menyiapkan pedangnya dan menyerang tamaki.

Sekeliling tiba-tiba berubah menjadi berdebu, tak terlihat. Ia melihat ke sekeliling, tetap tak terlihat. Ia memfokuskan mata kanannya dengan tajam. Bermaksud mengantisipasi serangan yang datang. Samar-samar ia melihat sesosok banyangan.

Jlebb

Apa itu? Apa yang terjadi?

Sebuah mata pisau menancap di bahu kirinya. Ia segera menarik kembali pisau itu dari tubuhnya. Darah merah mengalir ke pergelangan tangannya. Ia segera melemparkan pisau itu. Kembali berkonsentrasi pada shunseiki.

"Shunseikino Tsumujikaze"

Tama mengibaskan shunseiki perlahan. Angin puting beliung muncul dari ujung mata pisaunya, menghilangkan debu-debu itu.

Ia melihat Theo dan segera menyerangnya. Traang. Shunseiki menghantam Silver Crest. Traang. Lagi. Traang Traang Traang. Lagi, lagi, dan lagi. Ia terus saja mendekati Theo.

Karena ia menyadari, Theo bukanlah petarung bertipe jarak dekat.

Dengan gesit ia mengayunkan shunseiki dari bawah ke atas. Sekuat tenaga. Silver Crest sedikit terhempas. Ia melihat celah dari sudut kiri Theo. Menebas bahu Theo, tempat yang sama dimana pisau Theo tadi menancap dirinya. Darah mengalir.

Tangan kiri Tama bergetar, ia baru sadar kalau darah terus mengalir tanpa henti dari bahu kirinya. "Sial..."

geez...anak ini juga berbahaya untuk jarak dekat.

setelah beradu pedang, theo lengah dan tamaki berhasil menggores kemejanya dan membuat bahu kirinya terluka. "ara...padahal baru beli.." keluhnya, yang sangat tidak tepat untuk kondisi seperti itu.

theo hanya merobek lengan kemejanya itu. lalu membersihkan darah yang mengalir. "untunglah tidak terlalu dalam. atau tidak nanti pacarku yang ada di Tokyo tower khawatir.." katanya sambil tersenyum.

dia melihat belakang tamaki. di belakangnya terdapat lapangan terbuka yang cukup luas. dia tidak akan cepat bertahan di tempat yang sempit seperti ini, dia hanya butuh ruang yang lebih luas lagi.

*hup*

dengan cepat theo melompat dan menuju lapangan yang ada di belakang tamaki. dia berlari ke tengah lapangan, setelah itu berbalik dan menghadap tamaki. "wind gust!" dengan 1 tebasan ke tanah, sebuah angin besar menghantam tamaki dari belakang dengan keras. sampai tamaki terhempas dan bangunan rapuh di sekitarnya juga ikut rusak.

"heuh...lebih baik di sini..." bisikya.

Tama terhempas ketika Theo malah melompat berpindah ke lapangan yang luas. Angin besar itu benar-benar membuatnya terjatuh. Ah, karena lengan kirinya yang berdarah itu, tak berhenti bergetar. Sepertinya terlalu banyak mengeluarkan darah.

"Ah... anda pindah? Baiklah"

Tama segera berlari menuju lapangan luas itu, sambil merobek ujung bajunya lagi dan mengikatnya pada luka untuk menghentikan pendarahan.

Ketika tiba ia kembali memasang kuda-kuda. Ia berdiri berhadapan dengan Theo dengan jeda yang cukup jauh diantara mereka.

Ia berlari menyerang Theo, mengacungkan shunseiki ke tanah. "shunseikino namikaze" serunya. Bongkahan tanah menjulang keluar menyerang Theo. Sebenarnya ia merasa serangan ini sia-sia saja karena pria itu pasti dapat mengelak.

tanah di sekitar theo mulai terangkat. malah kondisi ini sangat menguntungkan theo karena dia bisa meloncati tanah-tanah itu dan menyerang tamaki.

sekali lagi, dengan sigap, dia mebngeluarkan jurusnya. "wind gust!" dan dengan 1 tebasan di udara, angin yang sangat kencang menghantam tamaki lagi, lalu theo mengarahkan 1 tebasan langsung ke arah kiri tamaki. bagian kirinya sudah oleng..pikirnya.

kali ini theo mengincar bahu tamaki yang sudah gemetar itu. menancapkan pedangnya ke bekas luka tadi, dan langsung menariknya. dengan enteng theo juga meloncati bahu itu dan langsung menuju bagian belakang tamaki lagi.

kali ini theo hanya tersenyum sinis sambil membersihkan pedangnya yang berlumuran darah.

Benar kan?

Wind gust Theo ditahan oleh Tama dengan pedangnya. Namun ia kurang dapat menahannya karena sedari tadi lengan kirinya gemetar. Ia mengayunkan pedangnya ke bawah.

Jlebb

Alhasil bahu kiri Tama lagi-lagi tertusuk. Darah mengalir. Kini sudah ada 3 tusukan tertoreh di lengan kirinya. Semakin menambah koleksi lukanya. Hebatnya lagi Theo malah menginjak bahunya. "Aakh.."

Tama terjatuh, begitu pula shunseiki. Tama menggenggam erat luka itu dengan tangan kanannya, kini penuh bersimbuh darah. Ia lalu kembali mengikat lukanya. Sudah, tangan kirinya mati rasa.

"Tampaknya Theo-san senang sekali... Melukai lengan kiri saya..." serunya, sambil tersenyum dan sedikit kehabisan nafas.

Ia bangkit lagi, memegang shunseiki erat dengan tangan kanannya. Ia mengayunkan shunseiki, menciptakan angin puting beliung yang menyerang Theo. Setelah itu kembali mengayunkan, menciptakan dua angin lagi. Kini tiga puting beliung dahsyat menyerangnya dari depan, kiri, dan kanan.

Tama segera berlari, seketika angin itu menyerangnya. Ia berlari menuju bagian belakang Theo, dan berhasil menebas punggungnya dua kali.

Setelah itu melompat ke arah yang berlawanan, sambil tetap mengacungkan shunseiki yang sudah terlumuri darah.

"ack! Sial....vienne pasti tidak suka melihat luka ini"keluhnya. Dia tidak tahu seberapa parah luka di punggunggnya, syukurlah tidak terlalu terasa sakitnya.

Dengan gesit theo menghindari semua angin puting beliung yang ada. "tsk...astral blast!". Pedangnya menciptakan angin yang melesat berbentuk tombak yang sangat cepat. Theo juga mengambil 3 pisau kecilnya lagi dan melemparnya ke arah tamaki. 1 meleset, hanya menggores pipi kanan tamaki, 1 mengenai dada kanan tamaki dan 1 lagi mengenai paha kanan tamaki.

"slashing wind!". Lagi-lagi theo membuat pandangan tamaki kabur dengan debu-debu yang berterbangan. Theo langsung mengincar bagian kiri tamaki dari debu-debu yang berterbangan itu.

Ah, tampaknya dia marah.

Theo langsung melesatkan 3 pisau yang menggores pipinya, menusuk dada kanan, dan menusuk paha kanannya. "Akh.."

Lengkap sudah. Kini darah mengalir hampir seluruh bagian tubuhnya. Setelah menempatkan shunseiki di mulutnya, ia menarik pisau di dada dan pahanya. Darah mengalir.

Lalu debu-debu lagi-lagi memerangkapnya. Tapi ia takkan kalah dengan caranya yang sama, karena pasti... pasti Theo akan menyerangnya di arah kiri.

Seketika ia melihat sosok bayangan Theo dengan mata kanannya. Ia melempar balik dua pisau tadi ke arah Theo, dan kena. Tama tidak tahu pasti dimana tapi satu pisau kena telak di dadanya dan satu lagi, sepertinya di bahu kanannya.

Begitu Theo terhempas, Tama segera mengayunkan lagi shunseiki dengan jurus yang sama sebelumnya. Debu-debu itu menghilang. Ia lalu segera melompat ke kejauhan, mengatasi lukanya.

"...ahhah... hhah...hhah... sial!"

2 pisaunya mengenai dirinya lagi. "sial.." gumamnya. untung tidak kena bagian vital, atau tidak, dia bisa sekarat.

theo memejamkan matanya, mencoba mengingat bagian tamaki yang terluka. bagian kirinya sudah lumpuh...oh! pikir theo. sekarang dia harus merubah serangannya.

"wind gust!" serangan angin yang kuat menerjang tamaki, kali ini dari 2 arah. kanan dan kiri tamaki. "astral blast! yeah!" katanya sambil tersenyum dan mengayunkan pedangnya. 3 tombak angin tercipta dan mengarah ke depan tamaki. "smog" lagi-lagi pandangan menjadi buram, kali ini karena sesuatu yang seperti kabut.

dengan cepat theo berputar dari arah kiri tamaki. menyerang tamaki dari belakang.

*dhuar*

semua angin mematikan itu mengenai tamaki. tinggal di menyelesaikan sisanya. "he..." tiba tiba pedangnya sudah menancap di perut tamaki.

oot: verin kejam...
____________

Kini angin-angin datang menyerangnya. Tiga tombak angin. Tama hanya diam. Lagi-lagi pandangannya menjadi buram karena jurus Theo. Lalu Theo bermaksud menyerangnya. Entah dari mana.

"Junsuikage..." bisiknya perlahan.

Tiba-tiba keluar cahaya hitam dari pedang shunseiki, menjalar ke tubuhnya. Seketika tombak angin dan kabut itu tertekan oleh aura hitam itu ke segala arah, menghilang. Lalu Theo menancapkan pedang pada perutnya. Kena memang, tapi tidak masalah. Aura hitam mendangkalkan tusukan tersebut.

Shunseiki ia tempatkan di mulutnya. Aura-aura hitam berkumpul di tangan kanannya, memberinya tenaga lebih, dan ia memukul kepala Theo. Theo terhempas.

Tama tetap berdiri di tempatnya. Ia memegang kembali Shunseiki. Sebelumnya ia mengambil beberapa batu kecil. Ia berlari, dengan kecepatan yang lebih cepat dari biasanya. Sambil berlari, satu-satu ia lempar batu-batu ke arah Theo dengan tajam untuk mengalihkan perhatiannya. Setelah cukup dekat dengan Theo, ia mengayunkan Shunseiki dari atas.

"Akaryuu"

Aura hitam di pedang shunseiki tiba-tiba bergabung dengan aura merah. Aura merah itu bergesekan dengan udara saat diayunkan. Alhasil, dari pedang shunseiki tercipta api yang besar. Sett Tama menebas Theo dengan pedang apinya.

Ia kembali melompat ke belakang. Shunseiki kini berwarna merah terselimuti kobaran api, sama seperti mata crimsonnya, yang menatap Theo dengan dingin.

OOT: wakz! sangarnya tamaki keluar!! >__<
____________________________________________________________
*trang*

tebasan tama untungya masih bisa ditahan theo. melihat lawannya mengambil jarak, dia juga melompat mundur. dia mengacungkan pedangnya. "Shine!" langsung saja silver crest mengeluarkan cahaya putih yang sangat menyilaukan dan terang bagaikan bulan.

cahaya itu sangat menyilaukan. "spark!" otomatis, pedang itu mengeluarkan energi aura yang sangat besar, yang terlihat seperti percikan-prcikan listrik yang masih diselimuti cahaya putih keperakan. cahaya itu sangat-amat sangat menyilaukan. theo mengambil pisau lipatnya, dan melemparnya lagi ke tamaki.

tamaki sepertinya cukup kerepotan dengan cahaya yang menyilaukan ini. pisau yang dia lempar mengenai tangan kanan tamaki dan hanya berselang 0,001 detik (eh?)......

*jleb*

lagi-lagi pedang theo menancap di bekas luka tamaki, di perutnya. dan tanpa ampun theo langsung mencabutnya lagi. ditambah, theo langsung menendang tamaki, tepat di bekas lukanya itu.

*duagh*

tamaki tersungkur. theo langsung melompat mundur menjauhi bocah itu. "hmph..." katanya sambil membetulkan kacamatanya lagi.

oot: verin kejam sangat! >,<
____________________________

Tama tersungkur. Sebelumnya Theo melempar pisaunya dan mengenai tangan kanannya. Kemudian Theo menusuk perutnya dan menendangnya di tempat yang sama. Itulah yang menyebabkannya sedikit terhempas ke belakang. Darah mengalir dari perutnya.

Namun ia tetap berdiri. Tatapannya masih dingin dan kosong. Ia tak berkomentar apa-apa dan hanya memegang perutnya yang mengeluarkan darah. Seluruh tubuhnya penuh darah, dan seluruh tubuhnya juga dikelilingi aura hitam.

Seluruh serangan itu tak terasa apa-apa baginya.

Ia mengeratkan genggaman shunseiki. Merunduk sedikit condong ke depan dan berlari. Ia berlari dengan cepat, padahal ia tak memiliki kecepatan itu, tapi kenapa? Karena kesadarannya sudah terambil alih oleh instingnya.

"Namikaze..." sambil berlari ia menempatkan shunseiki di tanah. Seketika tanah itu terbelah, hancur, dan bongkahan-bongkahan tanah menjulang keluar. Ia melompatinya satu-satu, dengan sangat cepat. Ia berhasil mendekati Theo.

Jleb Jleb Jleb

Tama lalu menebas lengan kanan Theo. Sebelum sempat terbalas, ia berpindah dan menebas lengan kiri Theo. Kemudian punggungnya. Darah memuncrat mengenai wajahnya. Ia tak peduli.

"Akaryuu" dan keluar api dari pedangnya. Ia menebas Theo lagi. Membuat bajunya sedikit terbakar. Setelah itu ia melompat dan melakukan tendangan voli ke punggung Theo dengan kaki kanannya. Duaggh Theo terhempas. Dalam keadaan melayang horizontal, ia membalikkan tubuhnya ke kanan. Duaggh. Menendang Theo dengan betis kirinya.

Masih tidak puas ia lalu mengayunkan pedangnya pada Theo. "Hoshikaze" tiupan angin seperti tombak mengahantam Theo, membuatnya tersungkur.

Ia lalu melompat menjauh. Menatap Theo dengan dingin sambil tetap mengacungkan pedangnya pada Theo. Darah banyak yang mengalir dari setiap bagian tubuhnya dan aura hitam yang mengelilinginya, semakin kelam.

OOT: tamaki kesambet apa tuh?
_________________________________
*hosh*hosh*

kali ini nafasnya terengah-engah. tebasan di kedua tangannya sangat membuatnya sedikit kesulitan. "smog!" lalu semuanya tertutup kabut hitam lagi. theo mengeluarkan heling potionnya. menyembuhkan dirinya secepatnya. dengan green super potion, theo menyembuhkan luka-lukanya. termasuk luka goresnya. "tsk..butuh 10 detik lagi."

lalu dia langsung melompat ke atap dome, tempat dia muncul pertama kalinya. menyiapkan silver crest yang masih bersinar keperakan dengan cantiknya. dia mencoba mengatur nafasnya lagi. "...8...9..10.. sip! lukaku tertutup lagi" bisik theo pada dirinya sendiri.

sementara di bawahnya masih tertutup kabut hitam. tamaki tidak akan menyadari kalau dirinya sudah ada di atas dome lagi. dia menyiapkan pedangnya. dia membuat 4 gerakan pedang di udara. "Light storm!!!" seketika cahaya putih meyilaukan dilanjutkan dengan angin besar menggemuruh meliputi sekitar lapangan di bawahnya.

serangan ini tidak bisa dianggap remeh karena angin yang diciptakan sangat merusak. belum lagi cahaya menyilaukannya bisa membutakan orang yang melihatnya. selain itu, angin kencang juga membuat puing-puing beterbangan dengan kecepatan tinggi. dan itu semua sangat amat sangat berbahaya.

"hemph...." theo melihat lawannya terkurung di bawah. entah tamaki bisa selamat dari serangan mematikannya itu. namun "ukh..ah..sial...lukaku terbuka lagi.." keluhnya. sepertinya dia terlalu memaksakan diri untuk ini

oot: eh? ada keterangannya lho di data base Tama! ^^v
___________________________

Tiba-tiba sekelilingnya tertutupi kabut. Tama tak bisa melihat. Namun, ia diam saja, tak segelisah dulu. Seketika, instingnya menyadari bahaya yang datang.

Ia berlari berusaha keluar dari kabut itu. Namun, tiba-tiba datang angin kencang yang menyerang, diikuti dengan cahaya menyilaukan. Ia merunduk dan menancapkan Shunseiki ke tanah. "Kuukijuukaze"

Seketika dari pedang shunseiki keluar peluru angin, yang menghantam angin-angin yang menyerang. Ctak.Ctak.Ctak. Hantaman angin itu bergesek dan menyebabkan api dan suara gemuruh. "Tsumujikage" Aura hitam Tama semakin membesar, menelan cahaya menyilaukan itu. Ia lalu segera melompat melalui puing-puing bangunan. Ia berhasil keluar dari kabut.

Ia melihat Theo, di atas dome.

Api yang tercipta akibat gesekan-gesekan angin tersebut, menyatu dengan Shunseiki. Ia segera mengayunkan pedangnya ke arah Theo. Api menjalar ke arah pria itu. Setelah itu ia berpindah dengan cepat ke arah kanan Theo. Pria itu terkena api Shunseiki, dan ia lalu menembus api itu. "Hokutoshichisei" Tama menebas Theo dengan 7 tebasan langsung.

Jleb.Jleb.Jleb.Jleb.Jleb.Jleb.Jleb

Darah memuncrati wajahnya lagi. Ia tak peduli. Setelah itu ia melakukan tendangan salto pada Theo. Membuat pria itu jatuh dari dome. Lalu ia mengayunkan shunseiki yang membara. Tombak api menyerang Theo yang melayang karena terjatuh dari dome.

Blarr

Oot: tama bilangnya ditebas kan bukan ditusuk? Btw tamaki kapan faintnya? Uda ditusuk 3 kali loh...
______________
*blar*

tombak api yang menyerang tamaki beradu dengan silver crest. Tercipta ledakan yang dashyat.

Theo terhempas ke lapangan yang masih di dalan dome. *pyar* tiba-tiba terlihat pecahan dari tubuh theo. Ternyata, armor theo yang tidak terlihat hancur karena terakhir tamaki sempat menebasnya 7 kali. Namun tusukan terakhir mengenai bahu kirinya. "kurang ajar...kok kau tidak mudah mati sih? Jangan bilang kau abadi atau sejenisnya. Itu menjijikan." katanya. Lalu dia mengacungkan pedangnya. "wind blast!!" langsung dengan 1 tebasan langsung, atap dome tempat tamaki berpijak hancur.

OOT: udah kok, Tamaki udah pingsan waktu dia kehabisan nafas pas kena lemparan 3 pisau... dia digantikan sama 'Tamaki' yang super kebal! Theo berjuanglah mengalahkan 'Tamaki'^^v
bukannya tebas sama tusuk sama aja ya? oh, beda ya??
___________________________

Ketika ia berhasil menjatuhkan Theo, tebasan angin datang menyerangnya. Angin itu menghancurkan dome tempat Tama berdiri. Ia menjatuhkan diri dan mendarat dengan gemilang. Ia berdiri tegak dibalik kepungan asap dan puing-puing dome yang hancur. Mata merahnya menatap kosong, tampak seperti pembunuh berdarah dingin.

Melihat tubuhnya sendiri mengeluarkan banyak darah, ia mengangkat tangannya. Menjilat darahnya sendiri. Ia juga menepis cipratan darah di wajahnya dengan telapak tangannya, menjilat darah itu lagi. Ia tampak senang. Kemudian ia merobek ujung celananya. Mengikat robekan tersebut pada luka-lukanya dan menghentikan pendarahan.

Ia ingat sesuatu. Tama pernah membeli semacam healing powder. Namun ia lupa namanya. Ia ingat kalau kantung bubuk healing ia simpan di saku celananya. Benar, memang ada benda seperti itu. Ia kemudian membuka tali kantung kecil itu dan menaburkan semuanya ke seluruh tubuhnya. Ajaib, luka-lukanya sedikit membaik.

Setelah itu ia kembali menatap Theo dengan tajam.

Tama mengacungkan shunseiki yang telah penuh dengan darah. Ia mencondongkan badannya. "Akaryuu" dan dari pedang shunseiki kembali keluar kobaran api. Aura hitam yang ada pada tubuhnya semakin kelam. Ia haus darah.

"Honoosaki"

Ia menebaskan shunseiki, kobaran api kini menyerang dalam bentuk seratus peluru-peluru api yang datang menyerang Theo dari depan, kiri, kanan, dan belakang. Blarr Blarr Blarr

Setelah itu ia berlari dan menusuk Theo di bagian kaki kirinya. Jleb.

Darah kembali menyelimuti shunseiki. Ia melompat mundur dan menjilat darah yang ada pada shunseiki tersebut. Tama menjadi gila! Tolong dia siapapun!!