[RP] the 3rd ordinary

Venus menggaruk-garuk dahinya... menanggapi keluhan Shuuji, "Maksud lewat pintu depan itu bukan berarti kau harus masuk lewat depan Tuan Kutu Buku. Maksudku adalah, tidak usah pake cara menyusup, gunakan cara yang lebih terbuka saja..." ia memberi penjelasan sekali lagi.

Dan mengenai laporan Claire tentang bulu sayap, "Kurasa bukan bulu sayap itu... karena si Tuan Baik Hati sendiri punya bulu sayap yang sama dan itu tidak berarti dia memiliki kunci ketiga. Walau energinya berbeda tapi itu hanya energi penyokong bukan energi pembuka," ia lagi-lagi berbicara dengan bahasa yang aneh.

Kemudian... "Dan oh... soal Fallen Palace, mungkinkah aku harus ke sana untuk melihat-lihat?" lanjutnya.

"...."

shuuji tidak berkomentar--tandanya ia setuju-setuju saja.

Namun mengingat pengalaman sebelumnya di municipal, tampaknya kini ia dan Rejaku harus memikirkan sebuah strategi. Hal itu dilakukan agar Municipal mau menerima lagi mereka, dan juga ia tak perlu mengeluarkan kekuatan sihir terlalu banyak.

Ia teringat seseorang, "editor aneh..."

ia lalu memanggil Rejaku dengan angin semilirnya, bermaksud membicarakan hal itu.

*deg!* Angin semilir melewati tengkuk Rejaku, seperti memanggilnya, dia merinding sebentar, sebelum menyadari kalau itu angin dari Shuuji, dan pelan-pelan mendekatinya.

"Shuuji...?Ada apa?" bisiknya pelan.

Shuuji menatap Rejaku yg menoleh padanya.

"strategi... Pikirkan..!!" serunya.

Ia tak ingin kejadian serupa sebelumnya terulang lagi. Dimana ia harus tertangkap dan tersekap, serta harus berdebat dengan leader protektif yg keras kepala.

Venus terpikirkan sesuatu... "Ah iya, bergerak dengan strategi itu ide yang bagus... pikirkanlah, kalian kan pintar," ucapnya tenang.

Nona besar ini kemudian beranjak dari tempatnya, "Hayah... sepertinya aku akan mandi dulu, selamat bekerja~" ia mengibaskan tangan kemudian masuk ke ruangannya.

"Oh... strategi..." Rejaku mencoba berpikir.

"Baiklah... pertama... leader mereka punya kekuatan sihir tinggi... sebaiknya kita tidak lewat basement..."

"Lalu... di basement itu penjagaannya ketat sekali..." Rejaku menyibakkan rambutnya, dan meluruskannya.

"Ah... begini saja... Shuuji, kau bisa teleport jarak dekat, kan?" tanyanya penuh harap.

"Bagaimana kalau kita lewat basement, setelah dekat dengan pintu masuk, kita teleport ke pintu masuk, kau bisa kan, Shuuji?" tanyanya penuh harap.

Shuuji mencoba memikirkan kembali usul Rejaku. Ia tentu saja bisa teleport hingga jarak tak terhingga. Namun, tubuhnya tak kan kuat jika berteleport sejauh lebih dari 1 km.

"tidak... ada kekkai..."

"si keras kepala itu... tak bodoh..."

ia lalu memikirkan jalan lain. "kalau dari terowongan... Bisa..." usulnya.

"Bisa... dari dalam?" tanya Rejaku, memang sih, kalau dari dalam, lalu teleport ke bagian luar, itu masih mungkin.

"Kalau begitu... pakai cara Shuuji saja, ya?"

Shuuji mengangguk. "itu mudah..."

ia kemudian berpikir lagi, "kau... Editor aneh... Dekati dia..." serunya.

Strateginya adalah stelah berteleport dari terowongan menuju pintu depan municipal, Rejaku segera mencari Kuranpuri dan dekati dia. Karena Kuranpuri tampaknya memercayai mereka. Tapi dengan kata-katanya itu, entah Rejaku dapat mengerti maksudnya atau tidak.

"Editor an... maksudmu Kuranpuri-san? Dia tidak aneh... tapi aku akan coba bicara dengannya kalau kita ketemu lagi..." Rejaku memang tertarik dengan Kuranpuri, karena job nya yang tidak biasa, seorang Editor, sebenarnya, dia sendiri tidak tahu Editor itu apa...

Shuuji terdiam--tampaknya ia setuju-setuju saja. Untuk pertama kalinya ia mengandalkan orang lain. Tapi apa boleh buat, karena ia tak ahli dalam bidang bujuk membujuk, rayu merayu, dan lain sebagainya. Ia hanya bisa menonton, hanya menikmati hasilnya.

Ia juga sedang mempersiapkan diri, mengasah ketajaman spiritualnya. Mencari kunci yang bahkan tak ia kenali bentuknya maupun wujudnya--yang ada hanyalah pancaran spiritual, yang masih belum pasti perbedaannya.

Ia senang--walaupun wajahnya tak menunjukkan ekspresi itu. Ia pun kembali menutup matanya di pojokkan gelap itu.

"jika siap... Pergi... Bangunkan!" serunya. Maksudnya, jika sudah ingin dan siap untuk pergi ke municipal, bangunkan ia--begitu perintahnya pada rejaku.

"Baiklah... sebelumnya... aku mau mengecek perlengkapanku dulu... dan membawa oleh-oleh sebagai tanda damai untuk mereka..." Rejaku keluar dari situ ke kamarnya, dan mencari benda langka yang bisa diberikan untuk para Municipal.

theo hanya diam saja mencoba mencerna semua perkataan venus, claire, rejaku dan shuuji. dia tidak terlalu perduli dengan percakapan shuuji dan rejaku, karena pasti membicarakan peristiwa di municipal basement.

dia berpikir lagi. "nah...di Tokyo Tower...sejauh ini belum ada apa-apa..tapi..ini hanya anggapanku saja ya, bagaimana kalau sebenarnya kunci itu bukan apa, tetapi siapa?"

merasa pertanyaanya yang tadi itu cukup konyol, dia menghela nafas dan mengangkat bahunya. "ha...ok, yang tadi itu tidak mazuk akal.." katanya sambil terus berpikir. "soalnya kalau benda itu adalah memang benda, aku tidak terpikirkan benda apa itu..atau mungkin memang dibawa oleh seseorang yang belum pernah kita lihat?"

lalu dia mendekati claire dan berbisik. "hei claire, dengan kedekatanmu dengan kazune, kenapa kau tidak mencari tahu lewatnya saja? nanti aku akan cari tahu lewat leadernya ToTo saja."

Claire menggeleng. "sulit theo... Aku hanya diberitahu pengetahuan umum oleh alec. Apalagi setelah tahu aku di sini, alec semakin sulit dimintai informasi karena dia sangat loyal pada grupnya." claire menjelaskan. Sebenarnya dia merasakan hal lain di sana, tapi tidak ingin diceritakannya.

"kita cari cara lain saja. Menurutku mereka juga tidak tahu, jadi sepertinya bukan barang yang mereka keramatkan." tambah claire sambil berpangku tangan.

theo juga mulai melepas kacamatanya dan membersihkannya. "he...setahuku juga mereka tidak punya sesuatu yang dikeramatkan kecuali....." gumamnya sambil berpikir keras.

lalu dia memakai kacamatanya lagi. "ah...mungkin saja, kalau memang itu sebuah benda, itu dibawa oleh seseorang yang bukan dari dimensi ini! sesuatu yang diwariskan..berarti harus nyari ke seluruh ToTo ya? sigh.." keluhnya sambil menatap langit-langit ruangan yang gelap.

"vienne pasti tahu sesuatu, mungkin saja aku bisa meminjam cerminnya, itu akan mempermudah tugas ini!" serunya riang, seakan itulah solusi terbaik.

"Oke!" Rejaku keluar dari kamarnya, membawa perlengkapan sebanyak yang ia bisa, kali ini tidak memakai baju Municipal.

"Shuuji... aku sudah siap... Shuuji?" Rejaku mendekati Shuuji yang sedang tertidur, dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Shuuji, bangun!" serunya pelan.

Oot: skip! Setting: after rpu...

lokasi: kamar kazune di third hq.

sinar matahari membias masuk ke kamar kazune. Pemuda yang kusut ini pun bangun dari tidurnya.

"huh!" pagi2 sudah berkeluh kesah. Jelas. Dia masih marah dan kesal karena diculik oleh pion-pion ayahnya, ralph.

sebenarnya tidak ada yang memperbolehkan kazune keluar, tapi dia kesal kalau harus ada di sana terus. Hei! Ruangan tadi sumpek sekali...

kazune berjalan mengelilingi markas, lalu dia melihat dapur. Langsung saja dia berwajah sedih karena dia teringat kekasihnya, rienne.

sebuah tepukan dari seorang pria jahil, alias Theo, mendarat di pundak kazune. "hei! sudah bangun ya? hum..." katanya sambil memperhatikan wajah Kazune yang kusut belom disetrika seperti yang banyak pikiran.

aduh..jangan bilang dia kangen sama Rie-chan...

Theo jadi tidak tahu harus bilang apa. "er...mau teh? oh iya, lebih baik kamu cuci muka dan sarapan dulu, Claire sudah masak buat semuanya seperti biasa." katanya sambil meminum teh yang dibawanya.

... Venus baru bangun seperti biasa, ia menuju dapur untuk mencari makanan atau sebenarnya sih yang dicarinya adalah Mine.

"Hng... Mine... Mine... buatkan aku teh pagi," ucapnya setengah berteriak dengan nada malas sembari memasuki ruang memasak yang tidak pernah dihinggapinya, atau sebut saja, jarang.

... Langkah Venus lalu terhenti melihat ada Kazune di sana, ia sedikit lupa dengan kejadian sebelumnya. Sebentar... oh ya, anak ini diculik oleh kawanannya atas perintah Ralph. Belum ada langkah yang harus diambil untuk mengurusi anak ini. Dan lagi... kediaman third distric hanya seperti rumah bersama. Lakukanlah apapun sesukamu.

"Hng... sudah bangun. Lapar ya, sampai ke dapur segala?" ucapnya pelan pada Kazu sembari membuka lemari pendingin mengambil sebotol air.

"tidak, aku hanya jalan-jalan saja." kazune memandang tajam pada theo. "ternyata kalian memang kelompok ini."

"tenang, aku tidak akan lari dari kalian. Ini perintah vater kan?" kazune tersenyum aneh pada venus lalu pergi.

ternyata claire malah menghampirinya, sangat gembira.

pandangan tajam dan sinis. itu yang dia dapat dari Kazune. sementara Kazune pergi dan melewatinya dan bersenang-senang (atau apalah itu, namun sepertinya begitu) bersama Claire, Theo jadi garuk-garuk kepala sendiri.

"kok gitu sih... kalau Vienne melihat kazune begitu, pasti Rienne akan kesal sekali dan Vienne langsung membunuh Kazune di tempat." gumamnya.

lalu dia menaruh cangkirnya di dapur, lalu menghampiri Venus.

"nona, apa sekarang saat yang baik untuk ke Toto? aku harus menarik simpati seseorang"

...atau lebih tepatnya menghibur 2 orang....

"claire, lepaskan! Jangan ganggu aku, oke?" kazune menepis tangan claire dan pergi meninggalkannya. Di perjalanan menuju kamar, kazune bertemu dengan mischa. Kazune menatapnya galak karena gadis itulah yang menculikknya.

tapi, kazune sangat kaget melihat sebuah tanda pada mischa yang mirip tanda milik ibunya.
"kamu... Istri vater?" tanyanya.

mischa hanya tersenyum sambil mengangguk lalu pergi bersama persoconnya.
"jadi, aku punya ibu tiri yang hampir seumuran denganku? Huh! Yang benar saja! Dasar maniak!" kazune tidak tahu kalau ternyata ibu tirinya bukan hanya satu di sini.

...

Entah mengapa Venus merasa amat kesal dengan kelakuan Kazune... "Menyebalkan!" geramnya sambil mengambil pisau dapur kemudian mengayun-ayunkannya ke sana-ke mari persis seperti orang gila --a untungnya ada Mine yang segera datang sambil membawakannya teh.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, tuan putri ini kembali duduk di kursi pribadinya di ruang tengah. Masih tetap memisuh-misuh Kazune tentang ini-itu, "Huh, sombong sekali dia, menyebalkan, itu pasti keturunan ayahnya yang sama-sama suka seenaknya. Sudah baik dilepaskan, coba kalau aku jahat, pasti akan kukurung dia di dalam kamarnya dan tidak memberinya makan tujuh hari tujuh malam!!" geramnya sendiri.

... tidak ada seorangpun yang mendengarkan kecuali Mine dengan sumpalan di telinga sepertinya.

"Kalau begitu kurung saja. Toh nanti orang itu akan minta keluar juga. Maaf ya kalau aku menyebalkan!" Kazune muncul tiba-tiba dan bersandar di tembok.

Tiba-tiba matanya jadi biru dan auranya berubah menjadi aura Ralph.
"Wah wah... sepertinya kalian tidak akur ya..." suara Kazune jadi sedikit berat. Ralph telah mengambil alih tubuhnya. Lalu dia mendekati Venus dan berbisik. "Hei, dia juga 'anak'mu loh..." dengan senyum menawan yang membuatnya makin tampan.

"Rukun-rukunlah." dan Kazune pun kembali seperti semula.

"Ukh... kepalaku sakit! ayah yang menyebalkan!" kazune menggerutu sendiri. "See? Dia akan muncul dan menghampirimu. Jadi bersabarlah nona." Kazune tersenyum menang terhadap Venus.

"Heh!" Venus hanya bisa membuang muka begitu Kazune mulai bergumam-gumam tidak jelas. Masih menganggapnya menyebalkan dan... ah! Itu bisa membuatnya gila~!

... Venus kemudian beranjak dari tempat duduknya begitu Kazune (Ralph) mendekati dirinya. "Oh! Ini cara komunikasi yang baru darimu? ... menyebalkan," lagi-lagi membuang muka, ia tidak ingin melihat wajah Kazune yang begitu mirip dengan Ralph, itu bisa membuatnya lemah.

"Ah ya kau benar! Ayah dan anak yang menyebalkan. Lagipula siapa yang mau melihatnya muncul dengan berbalut tampilan bocah, kalau berani kenapa tidak dia sendiri yang datang ke sini," ucapnya kesal. Yah... lama sejak terakhir kali Ralph menemuinya. "Tidak bertanggung jawab!" kemudian kembali ke tempat duduknya.